Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, manusia pada dasarnya memiliki potensi-potensi tentunya sangat berbeda dibandingkan dengan binatang atau makhluk lainnya. Kesempurnaannya manusia menyatu dalam potensi yang dimilikinya, yaitu memiliki akal-pikiran, nurani dan budi pekerti. Petensi tersebut menyempurnakan fisiknya, sehingga dapat mengarungi hidup dan kehidupannya secara lebih ber-budaya. Perkembangan budaya manusia menekan nalurinya seminimal mungkin, sehingga mampu berperilaku secara manusiawi.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tentunya peranan manusia sebagai pelaku utama sangat penting. Berkaitan dengan kompleksitas kepentingan dan kebutuhan manusia (individu) atau warga negara, maka harus dijembatani dalam kesamaan visi yang menjadi barometer, landasan falsafah untuk keberlangsungan hidupnya sekaligus berfungsi sebagai dasar dan cita-cita/tujuan yang hendak dicapainya.
Apa arti Ideologi?
Istilah ideologi dalam bahasa Yunani disebut idein, artinya melihat (idea) yang berarti juga raut muka, gagasan, buah pikiran, dan logika. Disebut ideologi apabila ide atau gagasan itu dijadikan sebagai suatu sistem nilai yang dapat dijadikan tolok ukur dalam bersikap dan bertindak. Ideologi erat kaitannya dengan pemikiran, nilai dan sikap dasar rohaniah sebuah gerakan, individu atau kelompok sosial. Ideologi dapat dimengerti sebagai suatu sistem penjelasan tentang eksistensi suatu kelompok sosial, sejarah dan proyeksinya ke masa depan serta merasionalisasikan suatu bentuk hubungan kekuasaan. Dengan demikian, ideologi yang menunjukkan tatanan kehidupan sangat diperlukan, karena meruapakan sebuah lukisan “keutuhan” keseluruhan masyarakat, termasuk kaitannya dengan political will masyarakat. Antara ideologi dan keyakinan politik memiliki kaitan signifikan, ideologi sebagai ekspresi keyakinan politik sekaligus sebagai tolok ukurnya yang dijadikan sandaran fondasi berpolitik.
Munculnya ideologi tentunya tidak terjadi secara instan, tetapi melalui proses yang cukup panjang. Berkaitan dengan hal ini, David E Apter dalam bukunya Politik Modernisasi (1987, hal 333-334). Menjelaskan pertumbuhan ideologi dalam beberapa tahapan, sebagai berikut:
Tahap pertama, ada pertumbuhan bayangan ganda (multiple images) yang dianut oleh elite dan counter elite penguasa. Bayangan ganda ini cara-cara yang digunakan oleh kelompok-kelompok yang berbeda di masyarakat dalam mengamati sosok yang berbeda dari peristiwa yang sama, memberi bobot yang berbeda terhadap apa yang mereka amati, dan memperoleh kesimpulan yang berbeda. Pada awal proses tersebut, bayangan-bayangan saling bisa diterjemahkan, yang satu kedalam yang lain, sehingga dimiliki persamaan umum tentang makna.
Memang sangat beralasan apabila ditinjau dari perspektif politik, munculnya ideologi memiliki signifikansi dengan siapa ideolog yang menggulirkan ide-gagasan tersebut. Karena secara riil penguasa atau pihak yang mempertahankan status quo memiliki politicall power serta pengaruh (influence) pembasisan, maka sangat beralasan apabila ideologi dalam pertumbuhannya dipenetrasi oleh elite atau counter elit. Namun, walaupun demikian ideologi akan diuji kekuatan riil apakah mampu sebagai “perekat” yang dijadikan penguasa atau justru sebaliknya menimbulkan permasalahan baru.
Siklus hubungan dengan masalah dan peristiwa-peristiwa lain dan mendeskripsikan satu periode dengan makna lama yang berubah dan rakyat menjadi reseptif terhadap makna baru. Tafsiran selektif atas “dasar ideologi” justru menciptakan, bahkan memperbesar keluhan. Keluhan menjadi momok yang menghantui kiprah dan gerak masyarakat atau yang dimitoskan tetapi membelenggu, menjadi satu warisan dengan derajat ketetapan yang sulit dihilangkan. Dampaknya timbul keluhan masyarakat sehingga menimbulkan kebencian. Di satu sisi kebencian atas kegagalan diarahkan para pemimpin politik terhadap proyek luar, terutama rejim sebelumnya atau kekuatan yang menjajah sebelumnya. Periode realisme pendorong memberikan peningkatan baru dari diri serta janji pelepasan dari kebencian diri dan keraguan sosial. Para pemimpin politik yang tampil pada khususnya, akan menterjemahkan bagaimana kondisi-kondisi keterbelakangan dengan mencela eksploitasi atau penekanan dari luar. Hal inilah salah satu alasan kuat sosialisme sebagai satu ideologi khususnya di wilayah-wilayah sedang berkembang, karena sanggup menjelaskan sebab keterbelakangan. Keterujian realisasi ideologi di masyarakat inilah yang menjadi dasar terjadinya tahapan selanjutnya.
No comments:
Post a Comment