Review
Buku
Pendidikan
Kewarganegaraan Dalam Perspektif Internasional
Halaman
1-9
1. Dalam
perspektif Internasional dapat dicermati bahwa ternyata perkembangan pendidikan
demokrasi tidak bisa diisolasi dari kecenderungan globalisasi dan gerakan demokratisasi
yang tampak semakin mendunia.
2. Branson
(1999:14) “Globalization and its
potential for advancing or inhibiting human right and democracy is more tha a
subject for debate among academics. This powerful force is affecting the lives
of individuals no matter where in this earth they live”
3. Sabatini,
Bevis, dan Finkel (1998) “Civic education
program should focus on themes that are immediately relevant to people daily
lives”
4.
Parker, Ninomiya, dan Cogan (1999) “a curriculum geared to the development of “world
citizen” who are capable of dealing with the crises”
5.
Penelitian lintas Negara dilakukan
oleh “Civic Education Policy Study (CEPS)” untuk mengkaji
“
…the changing character of citizenship over the next twenty-five years and the
implementations of these changes for ducational policy for nine participacing
nations and beyond”.
6. Kajian
Internasional ini dilakuka oleh sebuah tim pakar dari Sembilan negarapeserta,
termasuk Jepang, Thailand, UK, Germany, Greece, Hungary, The Neterlands,
Canada, dan USA, dengan Ketua Prof.Dr. John Cogan
7. Penelitian
ini merekomendasikan perlunya pengembangan sebuah model “citizenship education” yang dikenal lebih jauh sebagai “multidimensional
citizenship”
8. Secara
konseptual “citizenship” memiliki lima atribut pokok yakni :
a.
A
sense of identity; (Jati diri)
b.
The
enjoyment of certains right (Kebebasan untuk
menikmati hak tertentu);
c.
The
fulfillment of corresponding obligations (pemenuhan
kewajiban-kewajibanterkait);
d.
A
degree of interest and involvement in public affairs (Tingkat
minat dan keterlibatan dalam urusan publik);
and
e.
An
acceptance of basic societal values (pemilikan nilai-nilai
dasar kemasyarakatan).
9. Kelima
atribut tersebut pada dasarnya dikembangkan melalui berbagai kelembagaan
pemerintahan dan non pemerintah, termasuk media massa, dengan catatan bahwa hal
itu memang sering dilihat sebagai “…a
particular responsibility of the school”.
10. Pendidikan
kewarganegaraan pada masa mendatang tidak bisa lagi dilihat dan diperlakukan
hanya sebagai mea pelajaran di sekolah, tetapi lebih jauh seyogyanya menjadi
kegiatan pendidikan yang bersifat komperhensif dalam isi maupun penanganannya.
11. Asian educationall leaders
(Lee:1999) : Pendidikan kewarganegaraan dalam era globalisasi perlu diarahkan
pada pengembangan kualitas warganegara yang mencakup “spiritual development, sense of individual responsibility, and
reflective and autonomous personality”
12. Kurikulum
dan pembelajaran yang perlu dikembangkan untuk abad ke-21 ini syogyanya
mengembangkan visi “globalization,
localization, and individualization for multiple intelligence” (Cheng:1999)
13. Visi
tersebut pada dasarnya terpusat pada pengembangan “learning intelligence” dalam dimensi-dimensi “social, cultural, political, economic, and technological
intelligences”, sebagaimana dikenal secara utuh dalam “Pentagon Theory of Contextualized Multiple Intelligence” (Cheng,
1999:7).
14. Kajian
Internasional lain (Kerr:1999:1) dilakukan oleh School curriculum and Assessment Authority (SCAA) melalui “National Foundation for Eucation Research
in England and Wales (NFER)” dengan salah satu tugasnya untuk mengadakan “International review of curriculum and
assessment framework” di 16 negara yakni : Australia, Canada, England,
Franace, Germany, Hungary, Italy, Japan, Korea, the Neterlands, New Zealand,
Singapore, Spain, Seden, Switzerland, dan the USA.
15. Studi
ini bertujuan : “to provide comparative
tables nd factual summaries in specific areas of interest; and provide detailed
information on specificareas to enable QCA (Curriculum Qualification Authority)
to evaluate the national curriculum and assessment frameworks in England”, dan
dengan salah satu tema nya adalah “the
citizenship education”.
16. Secara
operasional istilah “citizenship
education” dalam studi itu didefinisikan sebagai berikut: Pendidikan
kewarganegaraan dirumuskan secara luas untuk mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung
jawabnya sebagai warganegara, dan secara khusus, peran pendidikan termasuk di
dalamnya persekolahan, pengajar, dan belajar, dalam proses penyiapan
warganegara tersebut.
17. Dari kedua studi tersebut
ditemukan bahwa cara pengorganisasian pendidikan kewarganegaraan secara
kurikulum berbeda di tiap negara mengikuti alternatif pendekatan “separate,
integrated, and cross-curricular”
a.
Separate,
pendidikan kewarganegaraan diajarkan sebagai suatu mata pelajaran atau suatu
aspek. Negara yang menggunakan pendekatan ini, jepang, Korea, Dan Singapura
untuk SD.
b.
Integrated,
pendidikan kewarganegaraan diajarkan sebagai suatu bagian dari suatu mata
pelajaran terpadu atau dikaitkan dengan mata pelajaran lain, negara yang
menggunakan pendekatan ini, Contohnya: Kanada, Perancis< dan Hongaria
c.
Cross-curricular,
pendidikan kewarganegaraan tidaklah secara khusus sebagai suatu mata pelajaran
atau suatu topic melainkan secara sistematik dimasukkan kedalam keseluruh tatanan kurikulum dengan memasukkannya
kedalam mata pelajaran yang ada.
18. Bila dilihat dari sifat dan
statusnya dalam kurikulum tampak ada yang bersifat;
a)
Wajib
dan merupakan bagian dari program inti
b)
Tidak
wajib
c)
Bukan
pelajaran inti
19. Dari konteks yang dibahas ini
maka negara kita, indonesia termasuk dalam pendekatan separate dengan sifat dan
kedudukan wajib dan merupakan bagian dari program inti untuk semua tingkat.
20. Selain diperoleh pengertian
mengenai jati diri citizenship education, ditemukan pula faktor-faktor yang
mempengaruhinya yaitu; tradisi sejarah, posisi geografi, struktur sosial dan
politik, sistem ekonomi, trend global. Studi ini juga mengidentifikasikan
adanya suatu “citizenship education continuum” minimal dan maksimal.
21. Pendidikan kewarganegaraan pada
titik minimal di definisikan secara sempit, hanya mewadahi inspirasi tertentu,
berbentuk pengajaran kewarganegaraan, bersifat formal, terikat oleh isi,
berorientasi pada pengetahuan, menitikberatkan pada proses pengajaran, hasilnya
mudah diukur.
22. Sedangkan yang bersifat maksimal didefinisikan
secara luas, mewadahi berbagai anspirasi dan melibatkan berbagai unsur
masyarakat, kombinasi pendekatan formal dan informal, diberi label “citizenship
education”, menitik beratkan pada partisipasi siswa melalui pencarian isi dan
proses interaktif didalam maupun diluar kelas, hasilnya lebih sukar dicapai dan
diukur karena kompleksnya hasil belajar.
No comments:
Post a Comment